Selamat Datang

WELCOME TO MY BLOG.......

Selasa, 14 Desember 2010

MASALAH-MASALAH SOSIAL


MAKALAH SOSIOLOGI
MASALAH-MASALAH SOSIAL

Makalah ini dibuat
 untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Sosiologi

UMM


Oleh Kelompok VII
Siti Nafi’ah
Humaera
Hoiriyah
Jumiati Junaidin
M.Zuniadin Ghozali
Ulil Amri
Adam Yanuar A




JURUSAN SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Tidak semua kehidupan masyarakat berlangsung secara normal seperti yang dikehendaki oleh masyarakat yang bersangkutan. Gejala-gejala yang tidak di kehendaki dalam masyarakat merupakan gejala-gejala abnormal atau gejala-gejala pathologis yang disebabkan karena unsur-unsur tertentu dari masyarakat tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan bahkan penderitaan bagi warga-warga masyarakat. Gejala-gejala abnormal tersebut dinamakan problema-problema sosial yang erat hubungannya dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mencakup pula segi moral, oleh karenanya untuk dapat mengklasifikasikan suatu persoalan sebagai problema sosial harus dipergunakan penilaian sebagai pengukurannya. Apabila suatu masyarakat menganggap sakit jiwa,bunuh diri,perceraian,penyalah gunaan obat-obat bius sebagai problema sosial, maka masyarakat tersebut tidak semata-mata menunjuk pada tata kelakuan yang menyimpang, akan tetapi sekaligus juga mencerminkan ukuran-ukuran umum mengenai segi moral.
Selain mempunyai kegunaan pada bidang-bidang yang lain, seperti bidang pemerintahan, pendidikan, industri dan yang lainnya, sosiologi juga mempunyai kegunaan untuk mengatasi problema-problema sosial, sebab didalam masyarakat yang sedang berkembang seperti Indonesia, masalah untuk mengatasi disorganisasi sebagai akibat perubahan yang terus menerus adalah sangat penting. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi disorganisasi tersebut adalah dengan mengadakan “social planning” yang baik. Dan untuk mengadakan “social planning” yang baik, terlebih dahulu harus ditelaah problema-problema sosial apakah yang dihadapi oleh masyarakat.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah apa pengertian masalah social, Klasifikasi masalah social dan sebab-sebabnya, beberapa masalah social, pemecahan masalah social.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masalah-Masalah Sosial
Blumer (1971) dan Thompson (1988) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian besar anggota masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama. Entitas tersebut dapat merupakan pembicaraan umum atau menjadi topik ulasan di media massa, seperti televisi, internet, radio dan surat kabar.
Jadi yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah sosial atau bukan, adalah masyarakat yang kemudian disosialisasikan melalui suatu entitas. Dan tingkat keparahan masalah sosial yang terjadi dapat diukur dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan realitas yang terjadi (Coleman dan Cresey, 1987). Contohnya adalah masalah kemiskinan yang dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku di masyarakat yang bersangkutan (Suparlan, 1984).
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok social atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok social tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.

2.2 Klasifikasi Masalah Sosial dan Sebab-sebabnya
Masalah-masalah sosial timbul dari kekurangan dalam diri manusia atau kelompok manusia yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis, biopsikologis dan kebudayaan. Setiap masyarakat mempunyai norma yang bersangkut-paut dengan kesejahteraan kebendaan, kesehatan fisik, kesehatan mental serta penyesuaian diri individu atau kelompok social. Penyimpangan terhadap norma-norma tersebut merupakan gejala abnormal yang merupakan masalah social. Sesuai dengan sumber-sumbernya tersebut, maka masalah social dapat dklasifikasikan dalam 4 kategori seperti diatas, yaitu:
a.       Masalah-masalah yang berasal dari faktor ekonomis adalah antara lain kemiskinan,pengangguran dan sebagainya.
b.      Problema yang bersal dari faktor biologis misalnya penyakit lahiriyah (penyakit fisik).
c.       Masalah yang berasal dari faktor psikhologis misalnya timbul persoalan seperti penyakit syaraf (neurosis), bunuh diri.
d.      Masalah yang berasal dari faktor kebudayaan seperti perceraian, kejahatan, kenakalan remaja, konflik rasial serta keagamaan.

Sedangkan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah social tersebut, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam yaitu :
a)      Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.
b)      Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.
c)      Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual.
Salah satu penyebab utama timbulnya masalah sosial adalah pemenuhan akan kebutuhan hidup (Etzioni, 1976). Artinya jika seorang anggota masyarakat gagal memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia akan cenderung melakukan tindak kejahatan dan kekerasan. Dan jika hal ini berlangsung lebih masif maka akan menyebabkan dampak yang sangat merusak seperti kerusuhan sosial. Hal ini juga didukung oleh pendapatnya Merton dan Nisbet (1971) bahwa masalah sosial sebagai sesuatu yang bukan kebetulan tetapi berakar pada satu atau lebih kebutuhan masyarakat yang terabaikan.
Dengan menggunakan asumsi yang lebih universal maka “tangga kebutuhan” dari Maslow dapat digunakan yaitu pada dasarnya manusia membutuhkan kebutuhan fisiologis, sosiologis, afeksi serta aktualisasi diri, meskipun Etzioni (1976) menjelaskan bahwa masyarakat berbeda antara satu dengan yang lain terkait dengan cara memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena seorang individu pada dasarnya merupakan hasil “bangunan” budaya dimana individu itu tumbuh.
Hadley Cantrill (dalam Etzioni, 1976) melakukan penelitian di 14 negara dengan menanyakan harapan, aspirasi dan pangkal kebahagian kepada masyarakat di 14 negara tersebut diantaranya Brazil, Mesir, India, Amerika Serikat dan Yugoslavia. Hasilnya adalah hampir semua responden menyatakan bahwa faktor ekonomilah yang menempati urutan teratas terkait dengan harapan, aspirasi dan kebahagian bila dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya.
Sebab lain adalah karena patologi sosial, yang didefinisikan oleh Blackmar dan Gillin (1923) sebagai kegagalan individu menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial dan ketidakmampuan struktur dan institusi sosial melakukan sesuatu bagi perkembangan kepribadian. Hal ini mencakup : cacat (defect), ketergantungan (dependent) dan kenakalan (delinquent). Para penganut perspektif patologi sosial pada awalnya juga beranggapan bahwa masalah sosial dapat dilakukan dengan cara penyembuhan secara parsial berdasarkan diagnosis atau masalah yang dirasakan. Tetapi akhirnya disadari bahwa penyembuhan parsial tidak mungkin dilakukan karena masyarakat merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan permasalahan bersifat menyeluruh.
Jika ruang lingkup masalah patologi sosial lebih mikro dan individual, maka dari perspektif “disorganisasi sosial” menganggap penyebab masalah sosial terjadi akibat adanya perubahan yang cukup besar di dalam masyarakat seperti migrasi, urbanisasi, industrialisasi dan masalah ekologi. Dengan memperhatikan perbedaan lokasi suatu daerah, Park (1967), menemukan bahwa angka disorganisasi sosial dan timbulnya masalah sosial yang tinggi ada pada wilayah yang dikategorikan kumuh akibat arus migrasi yang tinggi, dan hal ini diperkuat dengan pendapat Faris dan Dunham (1965), bahwa tingkat masalah sosial lebih tinggi di pusat kota secara intensitas dan frekuensi dibandingkan daerah pinggiran.
Disamping itu industrialisasi-pun (selain memberikan dampak yang positif) juga memberikan dampat yang negatif pada suatu masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Mogey (1956) menjelaskan bahwan pertumbuhan industri kendaraan bermotor di kota Oxford menjadikan biaya hidup di kota tersebut menjadi tinggi yang pada akhirnya akan mendorong buruh menuntut peningkatan upah kerja.
Perlu ditambahkan juga disini, bahwa masalah sosial tidak hanya karena kesalahan struktur yang ada di dalam masyarakat atau kegagalan sistem sosial yang berlaku namun juga dari tindakan sosial yang menyimpang atau yang dikenal sebagai “perilaku menyimpang” yaitu menyimpang dari status sosialnya (Merton & Nisbet, 1961). Misalkan seseorang yang sudah tua bertingkah laku seperti anak-anak atau orang miskin bertingkah laku seperti orang kaya dan lainnya. Dengan demikian, seseorang itu disebut berperilaku menyimpang karena dia dianggap gagal dalam menjalankan kehidupannya sesuai harapan masyarakat. Namun demikian, Heraud (1970) membedakan lagi jenis perilaku menyimpang ini, apakah secara statistik, yaitu berlainan dengan kebanyakan perilaku masyarakat secara umum ataukah secara medik, yang lebih menekankan kepada faktor “nuture” atau genetis.
Ketidakmampuan seseorang dalam melakukan transmisi budaya juga dapat menyebabkan permasalahan sosial. Cohen dalam bukunya “Delinquent Boys : The Culture of the Gang” (1955) memaparkan hasil penelitiannya. Ia memperlihatkan bahwa anak-anak kelas pekerja mungkin mengalami “anomie” di sekolah lapisan menengah sehingga mereka membentuk budaya yang anti nilai-nilai menengah. Melalui asosiasi diferensial, mereka meneruskan seperangkat norma yang dibutuhkan melawan norma-norma yang sah pada saat mempertahankan status dalam ‘gang’nya.

2.3 Beberapa Masalah Sosial penting
a. Gelandangan
Adalah masalah sosial yang serius bagi setiap kota, secara nyata agaknya persoalan ini mencerminkan problema sosial yang besar yang dapat ditemui dalam pergaulan hidup manusia di mana-mana termasuk di kota-kota Indonesia. Gelandangan biasa disebut tuna wisma / tuna karya yang berarti orang-orang yang hidupnya tidak memiliki perumahan dan pekerjaan tetap. Para gelandangan biasanya dijumpai pada trotoar, taman, lapangan dan kolong jembatan. Adapun seseorang menjalani kehidupan gelandangan disebabkan beberapa faktor, yaitu :
a)      Sebab yang berhubungan dengan jasmani dan rohani, seperti : frustasi / tekanan jiwa, cacat mental dan fisik, malas bekerja.
b)      Sebab sosial / kemasyarakatan, seperti : pengaruh-pengaruh buruk dalam masyarakat (perjudian dan madat), gangguan keamanan dan bencana alam (urbanisasi), pengaruh konflik sosial di mana ketidakserasian hidup.
c)      Sebab ekonomi, seperti : kesulitan menanggung hidup terutama yang berkeluarga besar, kecilnya pendapatn perkapita sehingga lambat laun tidak bekerja terus, kegagalan di bidang pertanian dan belum berkembangnya industri.
Tuna wisma dan tuna karya di kota-kota dapat dijumpai dalm bentuk perorangan dan berkelompok. Gelandangan yang terikat pada suatu kelompok akan taat tehadap kepala kelompok yang mengorganisir untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, seperti : mencari kertas, pecahan kaca dan puntung rokok. Sedangkan yang tidak berkelompok melakukan sesuatu secara bebas menurut kehendaknya. Sekalipun para gelandangan hidup tanpa pekerjaan menurut penelitian, mereka ternyata mempunyai pencaharian juga untuk membiayai hidupnya dengan melakukan usaha-usaha, seperti : Menarik becak, menjadi buruh / kuli, mencari puntung rokok dan pecahan kaca, melacurkan diri, kerja di penampungan, menjadi pengemis dan lain-lain.
Adapun usaha-usaha Mengatasi Gelandangan, pemerintah daerah bekerjasama dengan polisi (Vice Control) dan jawatan sosial melakukan kegiatan-kegiatan menanggulangi gelandangan, seperti mengadakan razzia penangkapan kemudian ditampung di tempat rehabilitasi dan menampung para gelandangan untuk dididik dan dipersiapkan untuk dikembalikan ke masyarakat setelah memiliki kepandaian / ditransmigrasikan.

b.      Prostitusi
Berasal dari kata “prostituere  dari bahasa Latin yang mengandung arti menonjolkan diri (dalam hal-hal buruk)/menyerahkan diri secara terang-terangan kepada umum. Di Indonesia dikenal dengan istilah “pelacuran”. Menurut Reley Scott: penyerahan diri karena upah kepada umum dapat dilakukan oleh wanita dan laki-laki. Menurut Paul Moedikdo Moeliono pelacur dapat diartikan sebgai penyerahan badan wanita dengan pembayaran oleh orang laki-laki guna pemuasan nafsu seksual orang-orang itu. Gejala penyerahan tubuh wanita dengan bayaran oleh laki-laki secara umum tanpa pilihan dilakukan dalam beberapa jenis dengan kategori, sebagai berikut :
·         Pelacuran dibordil-bordil
·         Pelacuran panggilan
·         Balas dendam
·         Urbanisasi
·         Malas bekerja ingin hidup mewah
·         Dan lain-lain
Dari pihak laki-lakinya banyak pula hal yang medorong untuk berbuat iseng datang ke tempat-tempat pelacuran, antara lain bagi mereka yang takut menikah karena besarnya biaya hidup karena tidak mendapat kebahagiaaan di rumah dan hal-hal yang bersifat abadi. Dengan adanya faktor-faktor penyebab baik yang terdapat pada wanita maupun pada laki-laki ditambah lagi dengan faktor-faktor lingkungan sosial ekonomi dan lain-lain, maka seakan-akan ada hukum permintaan dan penawaran yang didorong oleh faktor-faktor lingkungan sehingga terbentuklah “pasar” di mana terjadi drama prostitusi yang akan berlangsung dari masa ke masa.
Usaha-usaha menanggulangi prostitusi, antara lain sebagai berikut :
  • Melarang dengan Undang-undang yang didikuti dengan razzia / penangkapan.
  • Dengan pencatatan dan pengawasan kesehatannya.
  • Dengan alokasi, ditampung di empat-tempat jauh di luar kota dengan pengawasan dan perawatan serta diberikan penerangan-penarangan agama/pendidkan juga diadakan larangan-larangan terhadap anak-anak muda yang mengunjungi tempat tersebut.
  • Rehabilitasi dalam asrama-asrama di mana para pelacur tertangkap setelah diseleksi maka yang dianggap masih dapat diperbaiki, ditampung dalam asrama, dididik dalam hal keterampilan, agama yang dipersiapkan untuk dapat kembali ke masyarakat sebagai warga yang baik kembali.

2.4 Pemecahan Masalah Sosial
Masalah sosial sebagai kondisi yang dapat menghambat perwujudan kesejahteraan sosial pada gilirannya selalu mendorong adanya tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Dalam konteks tersebut, upaya pemecahan sosial dapat dibedakan antara upaya pemecahan berbasis negara dan berbasis masyarakat. Negara merupakan pihak yang sepatutnya responsif terhadap keberadaan masalah sosial. Perwujudan kesejahteraan setiap warganya merupakan tanggung jawab sekaligus peran vital bagi keberlangsungan negara. Di lain pihak masyarakat sendiri juga perlu responsif terhadap masalah sosial jika menghendaki kondisi kehidupan berkembang ke arah yang semakin baik.
Salah satu bentuk rumusan tindakan negara untuk memecahkan masalah sosial adalah melalui kebijakan sosial. Suatu kebijakan akan dapat dirumuskan dengan baik apabila didasarkan pada data dan informasi yang akurat. Apabila studi masalah sosial dapat memberikan informasi yang lengkap dan akurat maka bararti telah memberikan kontribusi bagi perumusan kebijakan sosial yang baik, sehingga bila diimplementasikan akan mampu menghasilkan pemecahan masalah yang efektif.
Upaya pemecahan sosial sebagai muara penanganan sosial juga dapat berupa suatu tindakan bersama oleh masyarakat untuk mewujudkan suatu perubahan yang sesuai yang diharapkan. Dalam teorinya Kotler mengatakan, bahwa manusia dapat memperbaiki kondisi kehidupan sosialnya dengan jalan mengorganisir tindakan kolektif. Tindakan kolektif dapat dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan perubahan menuju kondisi yang lebih sejahtera.























                                                           BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
v     Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok social atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok social tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial.
v     Masalah-masalah sosial timbul dari kekurangan dalam diri manusia atau kelompok manusia bersumber pada: faktor ekonomis, faktorbiologis, faktor psikologis dan kebudayaan
v     Sesuai dengan sumber-sumbernya tersebut, maka masalah social dapat dklasifikasikan dalam 4 kategori seperti diatas, yaitu:
a.       Masalah-masalah yang berasal dari faktor ekonomis adalah antara lain kemiskinan,pengangguran dan sebagainya.
b.      Problema yang bersal dari faktor biologis misalnya penyakit lahiriyah (penyakit fisik).
c.       Masalah yang berasal dari faktor psikhologis misalnya timbul persoalan seperti penyakit syaraf (neurosis), bunuh diri.
d.      Masalah yang berasal dari faktor kebudayaan seperti perceraian, kejahatan, kenakalan remaja, konflik rasial serta keagamaan.
v     Masalah sosial sebagai kondisi yang dapat menghambat perwujudan kesejahteraan sosial pada gilirannya selalu mendorong adanya tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Dalam konteks tersebut, upaya pemecahan sosial dapat dibedakan antara upaya pemecahan berbasis negara dan berbasis masyarakat.
v     Salah satu bentuk rumusan tindakan negara untuk memecahkan masalah sosial adalah melalui kebijakan sosial.
v     Upaya pemecahan sosial sebagai muara penanganan sosial juga dapat berupa suatu tindakan bersama oleh masyarakat untuk mewujudkan suatu perubahan yang sesuai yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Tangdilintin, Paulus. Masalah-masalah Sosial, Universitas erbuka, 2007.
Manasse Malo, Sosiologi Ekonomi. Universitas Terbuka. 2009.
S.R.Parker, Sosiologi Industri. Rineka Cipta. 1990.
(diakses tanggal 14 desember 2010)

http://lovelycimutz.wordpress.com/2010/10/02/masalah-sosial-dan-manfaat-sosiologi/(diakses tanggal 14 desember 2010)

Soekanto, Soerjono. Sosiologi suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada; Jakarta.2004.



1 komentar: